Di sebuah desa sunyi di tepi Sungai Nil, hiduplah seorang ibu baik hati bernama Masyithah bersama tiga anaknya: Laila, Amir, dan bayi kecil Zain. Setiap pagi, Masyithah mengajak anak-anaknya berdoa dengan khusyuk, meskipun mereka harus bersembunyi di balik tirait rumah mereka. Sebab, Firaun—penguasa Mesir—telah memaksa semua rakyat menyembahnya sebagai dewa, dan ancaman hukuman mengintai siapa pun yang menolak.
"Ibu, kenapa kita tak boleh ikut menyembah Firaun?" tanya Laila suatu hari, sambil memeluk boneka kain kesayangannya. Masyithah tersenyum lembut, "Karena kita hanya menyembah Allah, Pencipta langit dan bumi. Firaun hanyalah manusia, Nak. Keberanian kita adalah menjaga iman, meski itu sulit."
Suatu siang, saat Masyithah sedang menenun kain, terdengar suara gemuruh di luar. Pasukan Firaun datang! Mereka menggeledah rumah-rumah, mencari orang yang menolak perintah raja. Amir menggenggam erat tangan ibunya, "Aku takut, Bu…"
"Tenang, Sayang. Allah selalu bersama kita," bisik Masyithah, meski hatinya berdebar.
Tak lama, sang panglima pasukan memasuki rumah mereka. "Kau masih menolak menyembah Firaun?" hardiknya. Masyithah mengangkat kepala, "Benar. Hanya Allah yang patut disembah."
Panglima itu murka. "Bawa mereka ke istana!"
Di istana, Firaun duduk di singgasananya, matanya menyala-nyala. "Kau berani menentangku, Masyithah? Padahal, aku bisa memberimu kekayaan!" Masyithah memeluk ketiga anaknya erat. "Kekayaanmu tak sebanding dengan kasih Allah, wahai Firaun."

Firaun pun mengeluarkan hukuman mengerikan: Masyithah dan anak-anaknya akan dimasukkan ke dalam gentong berisi minyak mendidih. Sebelum hukuman dijalankan, Masyithah menatap anak-anaknya dengan mata berlinang. "
Jangan takut. Hari ini, kita akan bertemu Allah di surga-Nya yang indah." Laila dan Amir menganggupelankan, sementara Zain tertidur dalam dekapan hangat ibunya.
Ketika gentong itu disiapkan, tiba-tiba angin kencang berhembus, menerbangkan topi emas Firaun! Pasukan kaget, namun Masyithah tersenyum. "Lihatlah, kekuatan Allah lebih besar dari segalanya!" Firaun gemetar, tapi tetap memerintahkan hukuman dilaksanakan. Saat itulah, cahaya keemasan menyelimuti Masyithah dan anak-anaknya. Mereka pergi dengan tenang, sementara sungai Nil berbisik lembut membawa kisah mereka ke seluruh penjuru negeri.
Pesan Moral:
Kisah Masyithah mengajarkan kita tentang keberanian, kesetiaan pada kebenaran, dan kekuatan cinta keluarga. Meski menghadapi ketakutan, keteguhan hati dan iman akan selalu menjadi lentera di kegelapan. Sampai hari ini, anak-anak di Mesir masih berbisik, "Masyithah dan anak-anaknya adalah pahlawan sejati!" 🌟
---
Catatan untuk Orang Tua: Cerita ini disederhanakan untuk menyampaikan nilai keteguhan iman tanpa detail keras. Diskusikan dengan anak tentang arti keberanian dan pentingnya memperjuangkan kebenaran dengan cara mereka sendiri.
Belum ada Komentar untuk "Kisah: Masyithah dan Lentera Keberanian"
Posting Komentar